FENOMENA DI BALIK KESUKSESAN SANTRI

Oleh: Kang Abied Al Abnaf El-Nico  1 Dhe
Santri harus bisa bersungguh-sungguh dalam hal apapun dan juga membagi waktu dalam aktivitas sehari-hari santri. Caranya kita isi hari-hari kita dengan belajar, ibadah atau yang lainnya yang sekiranya itu baik menurut syariat atau bisa juga dengan baca-baca buku yang bernuansa islami. Karena apa yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi, kita hidup hanya sementara (nggak lama). Ingat! Kita itu buta, tidak tahu apa yang akan terjadi besoknya, kita mau jadi apa kita tidak tahu. Kita hanya bisa pasrah, tawakal dan ihtiyar hanya kepada Allah yang maha tahu, Ingat! Kita harus bisa bermain dengan waktu jangan sampai justru waktu yang mempermainkan kita.
Santri harus disiplin, tegas, tertib, sabar, ambisi dan optimis jangan pernah mengandalkan kita disuruh orang lain, kita harus bisa mandiri jangan terlalu banyak bergantung pada orang lain. Inget! Kita sudah dewasa, kita harus bisa memberi contoh pada adik-adik kita. Mungkin bisa diawali dari diri kita dahulu buat keras pada diri kita untuk bisa melawan hawa nafsu, terutama sifat malas yang kerap sekali dialami oleh santri. Salah satu penyebab malas adalah disebabkan sedikitnya angan-angan (planning) yang akan kita hadapi. Inget! Jangan pernah tunggu semangat untuk bertindak tapi bertindaklah maka semangat akan muncul. Memang kalau kita turuti sifat malas itu nggak ada habisnya, tapi gimanapun caranya kita harus bisa lawan semua itu. Jangan suka malas-malasan karena kebiasaan dari kecil akan terbawa kelak besar nanti.
Jadi santri jangan keburu pulang (boyong) jangan dipanen sebelum matang, jangan ditelan mentah-mentah. Ibarat buah belum saatnya dipanen keburu dipanen pastinya kalau dimakan tidak enak, diperutpun tidak enak, nggak itu  doank pastinya orang lain akan  coment (kok nggragasmen) inget! Jangan pernah berubah cuma karena keadaan yang membuatmu berubah. Kita harus bisa selalu berpegang teguh pada tujuan awal kita “AKU RAK PATI-PATI BOYONG KAPAN AKU DURUNG LULUS LAN ENTUK ILMU SENG SEKIRANE ISO MANFAAT KANGGO AWAKKU LAN KELUARGAKU”. Kalau unen-unen jawa “ALIF BENGKONG WAE DURUNG RETI NGONO WES WANI KEMWTAK BOYONG” Mau kita dibilang seperti itu?.
Santri harus punya  Himmatul Aliyah jangan sampai kita cuman pandang sebelah mata dunia ini luas ilmupun juga luas, santri harus punya  planning tahun ini aku harus bias gini, aku harus bias jadi idola, bintang, favorit atau yang lainnya. Tapi kebanyakan santri hanya terlalu banyak berangan-angan(menghayal) tanpa didasari ihtiyar maka orang tersebut bias juga dikatakan nggak jauh berbeda dengan orang gila. Karena kita tahu bahwa tujuan, harapan, keinginan pasti membutuhkan ihtiyar dan itu semua pastinya nggak akan bias berjalan mulus, pasti tidak mungkin tanpa cobaan. Kalau kita ibaratkan nahwu ilmu nahwu mubtada’ pasti butuh khobar, fi’il butuh fa’il, fi’il syarat pasti butuh jawab. Ada pepatah “Raihlah cita-citamu setinggi langit” kaluau soal ngomong doank itu gampang, tapi kita harus bias buktiin setinggi manakah usaha kita untuk bias wujudkan harapan kita.
Jadi santri harus bias Istiqomah, karena tanpa istiqomah yang jatahnya keberhasilan itu sudah Nampak di depan mata, karena apabila orang tidak istiqomah maka keberhasilan tersebut akan  sirna jauh dari hadapan kita.
Memang seorang santri pastinya berlawanan dengan orang awam pengennya kebutuhan selalu tercukup, pengen nonton, ngeleh, warek, pengen nyewek  dsb. Tapi kalau soal nyewek suka sama lawan jenis itu hal yang wajar tergantung kita yang menyikapi. Berinta boleh tapi yang wajar aja jangan sampai melampaui batas (bercinta ala santri) ,                               
 inget!
“NAMATKE ENTUK TAPI RAK ENTUK NGOMONG”.
Santri harus punya pendirian, prinsip dan juga harus bias bertanggung jawab, jangan sampai kita diperbudak orang lain. Jadilah santri yang berguna bagi masyarakat, Negara, bangsa. Lebih-lebih kita bahagiakan orang tua atau bias juga orang yang kita anggap special. Inget! Santri harus bias mengkondisikan waktu, tempat dan keadaan, “posisi kita jadi apa, dimana dengan siapa kita berhadapan, mengapa kita begini, untuk apa, kenapa aku ngelakuin ini atas dasar apa dan masih banyak lagi pandangan hidup”. Santri harus bias ta’dim pada Yai karena kita tahu kyai berjasa tanpa pamrih, tidak menharap apa-apa termasuk  punjungan dari kita semua. Asalkan kita paham ilmu yang telah diajarkan dan kita bias melakukan dan mengamalkannya itu lebih dari cukup.
“Demikian Tunggu di Episode Berikutnya”

0 comments: