TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA + DAFTAR PUSTAKA
17:46
By
metrik
TEORI
0
comments
Definisi Teori Belajar Sosial
Teori
belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari
teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan
evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung
atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia baca,
dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
(Sihnu Bagus)
Albert
Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang
perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat
(reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini
disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan.
Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial
membahas tentang (1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan
melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) Cara
pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu
pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita
dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.
Teori
belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses
pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang
mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan
hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Dalam
observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses
pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational
learning tersebut antara lain :
-
Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.
-
Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
-
Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
-
Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
Menurut
Skinner dan Bandura (dalam Haditono, Knoers, dan Monks 1992) mempunyai
pandangan yang empiris dan mendasarkan diri pada teori belajar untuk
menjelaskan perkembangan bahasa.
Pandangan
ini, bertitik tolak pada pendapat bahwa anak dilahirkan dengan tidak
membawa kemampuan apapun. Anak masih harus banyak belajar, termasuk juga
belajar berbahasa yang dilakukannya melalui imitasi, belajar model, dan
belajar dengan reinforcement (penguatan, bala bantuan).
Bandura
mencoba menerangkannya dari sudut pandang teori belajar sosial. Ia
berpendapat bahwa anak belajar bahasa menirukan suatu model. Tingkah
laku imitasi ini, tidak mesti harus menerima reinforcememnt sebab
belajar model dalam prinsipnya lepas dari reinforcement luas.
Teori
belajar sosial berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia
sebagian besar berpangkal pada dalili bahwa tingkah laku manusia
sebagian besar adalah hasil pemerolehan, dan bahwa prinsip-prinsip
belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang
dan menetap. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya selain kurang memberi
perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul, juga
kurang menyadari fakta bahwa banyak peristiwa belajar yang penting
terjadi dengan perantaraan orang lain. Artinya, sambil mengamati tingkah
laku orang lain, individu-individu belajar mengimitasi atau meniru
tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain
model bagi dirinya.
Sosial
adalah interaksi atau hubungan yang dilakukan dengan orang banyak yang
ditemukannya disekelilingnya dalam menjalankan kehidupan individunya
sehari-hari. Sosial membantu tiap anak untuk merasa diterima didalam
kelompok, membantu anak belajar berkomunikasi dan bergaul dengan orang
lain, mendorong empati dan saling menghargai terhadap anak-anak maupun
orang dewasa. Lingkungan pembelajaran yang paling utama berasal dari
keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Yang akan dibahas kali ini adalah
lingkungan pembelajaran yang berasal dari teman sebaya, karena melalui
teman sebaya, mendorong anak untuk meningkatkan kemampuannya, sekaligus
memberikan dukungan sosial kepada anak berupa perhatian, persetujuan,
penghargaan sekaligus hukuman, model perilaku yang akan ditiru oleh anak
tersebut.
Atkinson
Hilgard (1997), mengemukakan pendapatnya bahwa, anak akan mempelajari
sebagian besar keterampilan sosialnya dari interaksi dengan sesamanya.
Mereka akan belajar memberi memutuskan membagi pengalamannya
bersama-sama.
Jika
dilihat dari penambahan usia anak, maka permainan menguasi atau
permainan yang menampilkan keunggulan akan berkembang menjadi permainan
yang intelektual, seperti bermain dengan kata-kata dan ide. Memasuki
usia 2 tahun, anaka tidak mampu bermain pura-pura dan meniru tingkah
laku yang dilihatnya beberapa waktu sebelumnya, bahkan beberapa hari
sebelumnya dengan imajinasi dan bahasa sesungguhnya yang merupakan cara
berpikir dan bermain pada anak. Aspek-aspek sosial anak yang akan mulai
terlihat adalah anak akan mulai bermain sendiri (soliter), anak mulai
bermain parallel (yaitu berada didekat teman sekelas tetapi tanpa
interaksi), anak mulai bermain sosial (mulai ada interaksi dengan teman
didekatnya ), anak mulai bermain asosiatif (secara berpasangan), anak
mulai bermain kooperatif (dalam kelompok-kelompok kecil atau besar, ada
peran masing-masing) dan anak mulai bermain kolaboratif (bersama orang
tua, guru, asisten atau orang dewasa lain).
Membantu
tiap anak agar merasa diterima didalam kelompok, mengembangkan
kompetensi social, membantu anak belajar berkomunikasi dan bergaul
dengan orang lain, mengembangkan empati (merasakan perasaan orang lain)
dan (saling) menghargai diri dan lingkungannya (sebaya, orang dewasa,
aturan, barang dan alam).
Sikap
sosial pada anak yang mengikuti pendidikan apresiasi seni dapat
tercermin pola pikir, cara pandang, perasaan dan tingkah laku atau
tindakan anak pada objek atau lingkungan sosial yang ada. Dalam hal ini
dapat dilihat dari aspek kognitif Subjek yang memiliki pengetahuan,
pengertian, dan pemahaman bahwa dalam kehidupan sehari-hari terdapat
bermacam-macam perbedaan, namun tetap saling menghormati dan menerima.
Pada aspek afektif dan aspek konatif yang dimiliki oleh Subjek
menunjukkan adanya perasaan senang dapat mengenal, berteman dengan
siapapun serta adanya kepedulian terhadap sesama. Subjek juga bersedia
memberikan pertolongan kepada orang lain tanpa memandang segala
perbedaan seperti beda suku, beda agama, beda budaya , dan lain
sebagainya.
Pembentukan
sikap sosial pada anak yang mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni,
dipengaruhi oleh faktor orang tua dan guru, faktor kebudayaan di tempat
tinggal masing-masing, dan faktor lembaga pendidikan dan ajaran agama.
Masing-masingnya mengarahkan anak mempunyai sikap sosial yang baik
melalui penanaman pengetahuan dan contoh, adanya pembiasaan
bersosialisasi dengan orang lain baik yang memiliki kesamaan suku,
agama, budaya dan lainnya maupun yang tidak. Serta pemberian penjelasan
dari sekolah dan ajaran agama tentang berkomunikasi, berhubungan dengan
sesama manusia, termasuk didalamnya didukung oleh kegiatan Pendidikan
Apresiasi Seni yang diikuti anak di sekolahnya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Sosial
Menurut
Prasetyo dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengemukakan bahwa:
“Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut:
(a) Faktor Indogen: faktor pada diri anak itu sendiri seperti faktor
imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan (b) Faktor Eksogen; faktor
yang berasal dari luar seperti lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat dan lingkungan sekolah” (Prasetyo, 1997 : 96).
Dari
pendapat ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi sikap sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor
Indogen; faktor sugesti, identifikasi, dan imitasi (b) Faktor Eksogen;
faktor yang berasal dari luar seperti lingkunga keluarga, lingkungan
masyarakat, dan lingkungan sekolah. Berikut ini akan dijelaskan
masing-masing faktor yang mempengaruhi sikap sosial tersebut.
a. Faktor Indogen
Faktor
indogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yang datang
dari dalam dirinya sendiri. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga
faktor yaitu: a) faktor sugesti, b) faktor identifikasi, dan c) faktor
imitasi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor
tersebut.
1). Faktor Sugesti
Dalam
buku Psikologi Kepribadian dijelaskan bahwa: “Sugesti adalah proses
seorang individu didalam berusaha menerima tingkah laku maupun prilaku
orang lain tanpa adanya kritikan terlebih dahulu” (Nawawi, 2000 : 72).
Dari
pendapat ahli tersebut diatas, dapat dikatakan sugesti dapat
mempengaruhi sikap sosial seseorang sedangkan anak yang tidak mampu
bersugesti cenderung untuk tidak mau menerima keadaan orang lain,
seperti tidak merasakan penderitaan orang lain, tidak bisa bekerjasama
dengan orang lain dan sebagainya.
2). Faktor Identifikasi
Identifikasi
dilakukan kepada orang lain yang dianggapnya ideal atau sesuai dengan
dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi dalam bukunya Interaksi
Sosial dijelaskan bahwa: “Anak yang mengidentifikasikan dirinya seperti
orang lain akan mempengaruhi perkembangan sikap sosial seseorang,
seperti anak cepat merasakan keadaan atau permasalahan orang lain yang
mengalami suatu problema (permasalahan)” (Nawawi, 2000 : 82).
Menurut
pendapat ahli tersebut diatas jelaslah bahwa seseorang yang berusaha
mengidentifikasikan diri dengan keadaan orang lain akan lebih mampu
merasakan keadaan orang lain, daripada seorang anak yang tidak mau
mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain yang cenderung mampu
merasakan keadaan orang lain.
3). Faktor Imitasi
Imitasi
dapat mendorong seseorang untuk berbuat baik. Pada buku Psikologi
Pendidikan dijelaskan bahwa: “Sikap seseorang yang berusaha meniru
bagaimana orang yang merasakan keadaan orang lain maka ia berusaha
meniru bagaimana orang yang merasakan sakit, sedih, gembira, dan
sebagainya. Hal ini penting didalam membentuk rasa kepedulian sosial
seseorang” (Purwanto, 1999 : 65). Sedangkan ahli lain mengatakan pula
bahwa: “Anak-anak yang meniru keadaan orang lain, akan cenderung mampu
bersikap sosial, daripada yang tidak mampu meniru keadaan orang lain”
(Nawawi, 2000 : 42).
Dari
kedua pendapat tersebut diatas, jelaslah bahwa imitasi dapat
mempengaruhi sikap sosial seseorang, dimana seseorang yang berusaha
meniru (imitasi) keadaan orang lain akan lebih peka dalam merasakan
keadaan orang lain, apakah orang sekitarnya itu dalam keadaan susah,
senang ataupun gembira.
b. Faktor Eksogen
Faktor
eksogen adalah faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak dari luar
dirinya sendiri. Dalam hal ini menurut Soetjipto dan Sjafioedin dalam
bukunya Metodologi Ilmu Pengetahuan Sosial dijelaskan bahwa: “Ada tiga
faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak yaitu: ” a) faktor lingkungan
keluarga, b) faktor lingkungan sekolah dan c) faktor lingkungan
masyarakat” (Soetjipto dan Sjafiodin, 1994 : 22) . Berikut ini akan
dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.
1). Faktor Lingkungan Keluarga
Keluarga
merupakan tumpuan dari setiap anak, keluarga merupakan lingkungan
yang pertama dari anak dari keluarga pulalah anak menerima pendidikan
karenanya keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam
perkembangan anak. Keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang baik
terhadap perkembangan anak, demikian pula sebaliknya. Dalam buku
Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Anak yang tidak mendapatkan
kasih sayang, perhatian, keluarga yang tidak harmonis, yang tidak
memanjakan anak-anaknya dapat mem-pengaruhi sikap sosial bagi
anak-anaknya” (Purwanto, 1999 : 89).
Dari
pendapat tersebut, jelaslah bahwa keharmonisan dalam keluarga, anak
yang mendapatkan kasih sayang serta keluarga yang selalu memberikan
perhatian kepada anak-anaknya merupakan peluang yang cukup besar didalam
mempengaruhi timbulnya sikap sosial bagi anak-anaknya.
2). Faktor Lingkungan Sekolah
Dalam
bukunya Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Keadaan sekolah seperti
cara penyajian materi yang kurang tepat serta antara guru dengan murid
mempunyai hubungan yang kurang baik akan menimbulkan gejala kejiwaan
yang kurang baik bagi siswa yang akhirnya mempengaruhi sikap sosial
seorang siswa” (Ahmadi, 1996 : 65). Selanjutnaya dalam buku Interaksi
Sosial dijelaskan bahwa: “Ada beberapa faktor lain di sekolah yang dapat
mempengaruhi sikap sosial siswa yaitu tidak adanya disiplin atau
peraturan sekolah yang mengikat siswa untuk tidak berbuat hal-hal yang
negatif ataupun tindakan yang menyimpang” (Nawawi, 2000 : 66).
Dari
kedua pendapat ahli diatas, maka faktor lingkungan sekolah yang dapat
mempengaruhi sikap sosial siswa adalah cara penyajian materi, prilaku
maupun sikap dari para gurunya, tidak adanya disiplin atau
peraturan-peraturan sekolah yang betul-betul mengikat siswa.
3). Faktor Lingkungan Masyarakat
Lingkungan
masyarakat merupakan tempat berpijak para remaja sebagai makhluk
sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa melepaskan diri dari
masyarakat. Anak dibentuk oleh lingkungan masyarakat dan dia juga
sebagai anggota masyarakat, kalau lingkungan sekitarnya itu baik akan
berarti sangat membantu didalam pembentukkan keperibadian dan mental
seorang anak, begitu pula sebaliknya kalau lingkungan sekitarnya kurang
baik akan berpengaruh kurang baik pula terhadap sikap sosial seorang
anak, seperti tidak mau merasakan keadaan orang lain. Dalam buku
Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Lingkungan masyarakat yang bisa
mempengaruhi timbulnya berbagai sikap sosial pada anak seperti cara
bergaul yang kurang baik, cara menarik kawan-kawannya dan sebaginya”
(Sarwono, 1997 : 59). Selanjutnya dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan
bahwa: “Pergaulan sehari-hari yang kurang baik bisa mendatangkan sikap
sosial yang kurang baik, begitu sebaliknya dimana suatu lingkungan
masyarakat yang baik akan mendatangkan sikap sosial yang baik pula
terhadap anak” (Nawawi, 2000 : 45).Dengan demikian dari uraian dan
pendapat ahli tersebut diatas, maka lingkungan masyarakat sangat besar
pengaruhnya terhadap pembentukkan sikap sosial seorang anak, begitu pula
sebaliknya lingkungan masyarakat yang kurang baik akan menimbulkan
sikap sosial yang kurang baik pula terhadap anak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Belajar Sosial. http://id.wikipedia.org.
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2011.
Anonim. 2010. Teori Belajar Sosial. http://depe.blog.uns.ac.id.
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2011.
Bagus, Sihnu. 2010. Definisi Teori Belajar Sosial.
http://all-about-theory.blogspot.com. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2011.
Bintang. 2008. Teori Belajar Sosial. http://bintangbangsaku.multiply.com.
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2011.
Endriani, Ani S.Pdi, MA. 2011. Faktor-Mempengaruhi-Sikap-Sosial.
http://aniendriani.blogspot.com. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2011.
Nawawi, Hadori. 2000. Intereksi Sosial. Jakarta : Gunung Agung.
Nazlah. 2008. Sikap Sosial Pada Anak yang Mengikuti Pendidikan Apresiasi Seni.
http://etd.eprints.ums.ac.id. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2011.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1997. Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi.
0 comments: