KH BISRI MUSTOFA
00:01
By
metrik
0
comments
“SOSOK KYAI JAGO MENULIS”
Sosok yang diwaktu kecilnya bernama Mashadi ini dilahirkan di kampung Sawahan Gg. Palen Rembang Jawa Tengah pada 1915 M dari rahim seorang ibu bernama Chodijah. Ayahnya bernama Djaja Ratiban atau Djojo Mustofa yang setelah menunaikan ibadah haji berganti nama H. Zainal Mustofa.
Bisri Mustofa mempunyai beberapa saudara kandung, yaitu :Salamah (Aminah), Misbach dan Ma,shum. Beliau juga punya saudara tiri. Sebelum menikah dengan Chodijah, H. Zainal Mustofa pernah menikah dengan Dakilah yang menghasilkan dua orang anak, yaitu : H. Zuhdi dan H. Maskanah.
Ketika dinikahi oleh H. Zainal Mustofa, Chodijah juga sebenarnya bukanlah seorang wanita perawan. Sebelumnya, ia pernah menikah dengan Dalimin dan menghasilkan dua orang anak, yaitu Achmad dan Tasmin. Jadi, Bisri Mustofa mempunyai empat saudara tiri. Ayah Bisri Mustofa bukanlah kiai dia hanyalah pedagang sukses yang cukup kaya. Namun karena kedekatannya dengan beberapa kiai telah menjadikannya sosok yang sangat dekat dengan agama.
AWALNYA , OGAH PESANTREN
Pada 1923 H. Zainal Mustofa meninggal dunia di Jeddah dalam rangka menunaikan ibadah haji. Sejak itulah, tanggung jawab keluarga dibebankan kepada H. Zuhdi, kakak tiri Bisri Mustofa yang paling tua. Saat itu ia masih kecil. Pada awalnya oleh kakaknya ia akan didaftarkan dke HIS (Hollands Inlands School). Tetapi rencana itu digagalkan oleh KH. Cholil Kasingan. Dengan alasan sekolah tersebut milik penjajah dan ditakutkan pikiran dan mental Bisri akan berubah menjadi pikiran dan mental penjajah. Karena itu Bisri Mustofa dimasukkan ke sekolah ongko 2. Selama tiga tahun dia berhasil menamatkan pendidikanya disekolah ini dengan sertifikat.
Pada tahun 1925 M, atas saran kakaknya , H. Zuhdi, Bisri bersama Muslich (Maskub) masuk ke pesantren kajen, pimpinan KH. Chasbullah. Hanya tiga hari ia kerasan di pesantren tersebut dikarenakan Bisri sendiri tidak begitu suka mengaji. Pada tahun 1926 M. Bisri masuk lagi ke dunia pesantren. Kali ini ia masuk belajar di pesantren milik KH. Cholil Kasingan. Lagi-lagi ia tidak betah lama dengan berbagai alasan. Kembali dari pesantren, Bisri menjadi anak pengangguran. Sehari-hari ia banyak bermain dengan teman-teman sekampungnya, hal ini berlangsung selama empat tahun . hingga pada tahun1930 M, is kembalilagi ke pesantren KH. Cholil Kasingan namun sebelum diajar langsung oleh beliau , sengaja dititipkan dahulu di rumah Suja’I, ipar KH. Cholil, entah karena apa bisri merasa betah dengan metode ajaran Suja’I (kala itu diajar Alfiyyah). Kemudian bersama Kh. Cholil ia belajar kitab-kitab fiqh maka itu pengetahuan yang dikuasai oleh Bisri semakin bertambah, mulai itulah ia dihormati oleh teman-temannya karena memiliki kelebihan. Disamping itu sering kali ia juga dijadikan rujukan teman-temannya ketika menemui kemuskilan dalam kitab.
SERATUS KARYA TULIS
Biasanya, setiap pukul 20.00 habis shlat isya’. KH. Bisri Mustofa sudah duduk di depan meja. Tangan kanan memegang kitab lalu beliau mulai menulis. Pikirannya terfokus pada kertas di depanya. Tak jauh dari tempat duduknya Mustofa Bisri (putranya), selalu meniru kebiasaan ayahmya yaitu menulis namun ia akan mengeluh dan merasa pegal ketika jarum jam tepat berada di 00.00. dia mengakui ternyata bapaknya memang sangat kuat dalam merangkai kata-kata hinga berjam-jam. Demikian gambaran sekilas bagaimana sosok KH. Bisri Mutofa yang sangat getol menulis, sudah ratusan karya beliau berhasil diabadikan melalui tangan kreatif beliau, dalam bentuk artikel, buku, maupun terjemahan. Beragam bahasa pula yang ia gunakan dalam tulisannya (Indonesia, Arab, dan Jawa). Salah satunya yaitu kitab “IBRIS” sebuah karya tafsir dalam tulisan pegon (Jawa)
Sosok yang diwaktu kecilnya bernama Mashadi ini dilahirkan di kampung Sawahan Gg. Palen Rembang Jawa Tengah pada 1915 M dari rahim seorang ibu bernama Chodijah. Ayahnya bernama Djaja Ratiban atau Djojo Mustofa yang setelah menunaikan ibadah haji berganti nama H. Zainal Mustofa.
Bisri Mustofa mempunyai beberapa saudara kandung, yaitu :Salamah (Aminah), Misbach dan Ma,shum. Beliau juga punya saudara tiri. Sebelum menikah dengan Chodijah, H. Zainal Mustofa pernah menikah dengan Dakilah yang menghasilkan dua orang anak, yaitu : H. Zuhdi dan H. Maskanah.
Ketika dinikahi oleh H. Zainal Mustofa, Chodijah juga sebenarnya bukanlah seorang wanita perawan. Sebelumnya, ia pernah menikah dengan Dalimin dan menghasilkan dua orang anak, yaitu Achmad dan Tasmin. Jadi, Bisri Mustofa mempunyai empat saudara tiri. Ayah Bisri Mustofa bukanlah kiai dia hanyalah pedagang sukses yang cukup kaya. Namun karena kedekatannya dengan beberapa kiai telah menjadikannya sosok yang sangat dekat dengan agama.
AWALNYA , OGAH PESANTREN
Pada 1923 H. Zainal Mustofa meninggal dunia di Jeddah dalam rangka menunaikan ibadah haji. Sejak itulah, tanggung jawab keluarga dibebankan kepada H. Zuhdi, kakak tiri Bisri Mustofa yang paling tua. Saat itu ia masih kecil. Pada awalnya oleh kakaknya ia akan didaftarkan dke HIS (Hollands Inlands School). Tetapi rencana itu digagalkan oleh KH. Cholil Kasingan. Dengan alasan sekolah tersebut milik penjajah dan ditakutkan pikiran dan mental Bisri akan berubah menjadi pikiran dan mental penjajah. Karena itu Bisri Mustofa dimasukkan ke sekolah ongko 2. Selama tiga tahun dia berhasil menamatkan pendidikanya disekolah ini dengan sertifikat.
Pada tahun 1925 M, atas saran kakaknya , H. Zuhdi, Bisri bersama Muslich (Maskub) masuk ke pesantren kajen, pimpinan KH. Chasbullah. Hanya tiga hari ia kerasan di pesantren tersebut dikarenakan Bisri sendiri tidak begitu suka mengaji. Pada tahun 1926 M. Bisri masuk lagi ke dunia pesantren. Kali ini ia masuk belajar di pesantren milik KH. Cholil Kasingan. Lagi-lagi ia tidak betah lama dengan berbagai alasan. Kembali dari pesantren, Bisri menjadi anak pengangguran. Sehari-hari ia banyak bermain dengan teman-teman sekampungnya, hal ini berlangsung selama empat tahun . hingga pada tahun1930 M, is kembalilagi ke pesantren KH. Cholil Kasingan namun sebelum diajar langsung oleh beliau , sengaja dititipkan dahulu di rumah Suja’I, ipar KH. Cholil, entah karena apa bisri merasa betah dengan metode ajaran Suja’I (kala itu diajar Alfiyyah). Kemudian bersama Kh. Cholil ia belajar kitab-kitab fiqh maka itu pengetahuan yang dikuasai oleh Bisri semakin bertambah, mulai itulah ia dihormati oleh teman-temannya karena memiliki kelebihan. Disamping itu sering kali ia juga dijadikan rujukan teman-temannya ketika menemui kemuskilan dalam kitab.
SERATUS KARYA TULIS
Biasanya, setiap pukul 20.00 habis shlat isya’. KH. Bisri Mustofa sudah duduk di depan meja. Tangan kanan memegang kitab lalu beliau mulai menulis. Pikirannya terfokus pada kertas di depanya. Tak jauh dari tempat duduknya Mustofa Bisri (putranya), selalu meniru kebiasaan ayahmya yaitu menulis namun ia akan mengeluh dan merasa pegal ketika jarum jam tepat berada di 00.00. dia mengakui ternyata bapaknya memang sangat kuat dalam merangkai kata-kata hinga berjam-jam. Demikian gambaran sekilas bagaimana sosok KH. Bisri Mutofa yang sangat getol menulis, sudah ratusan karya beliau berhasil diabadikan melalui tangan kreatif beliau, dalam bentuk artikel, buku, maupun terjemahan. Beragam bahasa pula yang ia gunakan dalam tulisannya (Indonesia, Arab, dan Jawa). Salah satunya yaitu kitab “IBRIS” sebuah karya tafsir dalam tulisan pegon (Jawa)
0 comments: